Nomor: SP. 498/HUMAS/PP/HMS.3/12/2019
Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 10 Desember 2019. Industri kehutanan mendukung upaya melindungi dan meningkatkan kelestarian flora dan fauna. Caranya dengan menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial dan konservasi.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSADE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno menyatakan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan untuk konservasi termasuk pelaku usaha sangat strategis, penting, dan mendesak, terutama di Sumatera dan Kalimantan.
Dia menjelaskan, Indonesia telah mengalokasikan kawasan konservasi yang sangat luas, mencapai 27,14 juta hektare, dimana terdapat sekitar 6.203 desa yang berbatasan langsung, dengan sedikitnya 9,5 juta jiwa yang hidup di dalam dan sekitar kawasan tersebut.
"Di sisi lain, masih banyak potensi flora dan fauna yang dilindungi berada di luar kawasan konservasi tersebut. Misalnya, sekitar 70% mamalia besar yang dilindungi, di Sumatera dan Kalimantan berada di luar kawasan konservasi," kata dia saat sesi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim COP25 UNFCCC, di Madrid, Spanyol, Senin (9/12/2019).
Wiratno menyatakan, oleh karena itu kegiatan konservasi tidak bisa dibatasi hanya di kawasan konservasi saja. Perlu menjalankan program konservasi in-situ atau di dalam habitat maupun ex-situ atau di luar habitatnya. Konservasi keanekaragaman hayati memerlukan kombinasi in-situ dan ex-situ. Sebagai contoh konservasi badak sumatera dengan program Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) di TN Way Kambas, telah berhasil melakukan breeding, dan akan dibangun sanctuary badak baru, misalnya di TN Gunung Leuser.
Direktorat Jenderal KSDAE, melalui Balai TN dan Balai KSDA terus melakukan pengamanan kawasan dengan model Smart Patrol. Kegiatan patroli ini dilakukan selama 10-15 hari/bulan di dalam kawasan konservasi bersama mitra-mitra kunci, untuk melakukan monitoring, pemasangan camera dan atau video trap, membersihkan jerat, mencegah konflik satwa liar-manusia, rescue satwa-satwa yang terkena jerat atau terluka karena diburu.
"Kami juga terus melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku perburuhan satwa liar, dan saat ini kami terus mendapatkan dukungan yang kuat dari Direktorat Gakkum KLHK beserta jajaran di Kepolisian, Pengadilan, dan Kejaksaan di semua level, dalam memproses hukum terhadap pemburu dan pedagang satwa liar," ujar Wiratno.
Keberhasilan konservasi insitu dan exsitu dapat dilihat di Pusat Rehabilitasi elang jawa di CA Kamojang bekerjasama dengan Pertamina Geothermal, dan monitoring secara kontinyu pada habitatnya, sehingga diprediksi populasinya meningkat. Sedangkan keberhasilan konservasi badak Jawa di TN Ujung Kulon ditandai dengan lahirnya 4 individu badak (2 jantan dan 2 betina) pada tahun 2018 dan 4 individu badak (2 betina, 1 jantan, 1 individu belum diketahui). Keberhasilan konservasi ex-situ juga dibuktikan pada keberhasilan penangkaran jalak Bali yang saat ini telah ratusan ekor berhasil dikembalikan ke kawasan TN Bali Barat.
"Kami tidak bisa sendiri. Kami akan terus berupaya membangun kolaborasi yang lebih intensif dg semua pihak, swasta, universitas, perguruan tinggi, pakar, LSM, aktivis, generasi muda milenial, pemerintah daerah, dan media massa, dalam upaya mitigasi dan adaptasi dalam rangka melestarikan satwa liar kebanggaan Indonesia dan dunia," tegas Wiratno.
Pada kesempatan yang sama, Chief Sustainability Officer APP Sinar Mas, Elim Sritaba menyatakan, meski bekerja di kawasan produksi, pihaknya mengalokasikan 600.000 hektare untuk tujuan konservasi. Luas tersebut hampir seperempat total luasan konsesi para pemasok APP Sinar Mas.
