Berita Tapak

Monev Atas Hasil Koordinasi Dan Supervisi Pertambangan Mineral Dan Batubara Prov. Aceh, Sumut, Sumba

25 Maret 2015 , dibaca 666 kali.

Pushumas Kemenhut, Medan : Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya hadir pada acara kegiatan Monitoring dan Evaluasi Atas Hasil Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batubara Prov. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau yang diadakan KPK, Rabu (25/3) di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan. Hadir pada acara tersebut, Plt. Ketua KPK Taufiqurahman Ruki, Gubernur, Bupati dan Walikota se-Aceh, Sumut, Sumbar dan Riau. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari ditandatanganinya nota kesepakatan Rencana Aksi Bersama oleh 20 kementerian, tujuh lembaga dan 34 provinsi di Istana Negara pada 19 Maret lalu.

Menteri LHK mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor mineral dan batubara melalui skema kegiatan koordinasi dan supervisi.

Monev ini merupakan upaya KPK dalam menjalankan fungsi trigger mechanism untuk mengatasi sejumlah persoalan pada pengelolaan SDA di beberapa sektor, sekaligus meningkatkan penerimaan negara demi kesejahteraan rakyat. Sebelumnya, KPK telah melakukan sejumlah kajian pada sektor mineral dan batu bara, sektor kehutanan, serta sektor kelautan.

Terdapat 5 masalah di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disoroti KPK: 1) ketidakpastian hukum dalam perencanaan kawasan; 2) kerentanan korupsi sektor perkebunan terkait izin usaha perkebunan dan pelepasan kawasan; 3) alokasi pengelolalaan hutan untuk masyarakat tidak optimal; 4) lemahnya pengawasan sehingga berkurangnya penerimaan negara; dan 5) terdapat konflik agraria.

Siti Nurbaya menyampaikan bahwa Kementerian LHK akan menindaklanjuti hasil pertemuan ini dengan memberikan izin dengan mengedepankan keberpihakan kepada masyarakat kecil dan melakukan pengawasan yang lebih ketat dan sistematis pada para pemegang izin serta penyesuaian regulasi.

Sedangkan Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, Bambang Soepijanto, memaparkan bahwa sesuai UU No 41 tahun 1999 jo UU No 19 tahun 2004 tentang Kehutanan antara lain mengatur:

  • Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan    kehutanan hanya dapat dilakukan didalam kawasan Hutan Produksi dan Hutan lindung.
  • Pada kawasan Hutan Lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola penambangan terbuka.
  • Penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian Izin
  • Pinjam Pakai Kawasan Hutan oleh Menteri dengan mempertimbangankan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.

Pertambangan dengan pola penambangan terbuka di kawasan hutan lindung hanya diperkenankan kepada 13 izin/perjanjian di bidang pertambangan sebagaimana diatur dengan keputusan presiden nomor 41 tahun 2004 tentang perizinan/perjanjian di bidang pertambangan yang berada dikawasan hutan.

Rekapitulasi izin bidang pertambangan yang terindikasi berada pada hutan konservasi berjumlah 7 izin dengan luas 33.954 Ha, di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau, sementara terindikasi berada pada Hutan Lindung sebanyak 35 izin dengan luas 685.294 ha.

Sebagai tindak lanjut hasil analisis spasial izin bidang pertambangan di kawasan hutan, Kementerian Kehutanan telah mengirim surat kepada Gubernur, Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia (kecuali Bali, DKI. Jakarta dan Kalimantan Utara) untuk dapat mencermati kembali perizinan dan melakukan langkah-langkah sesuai kewenangannya untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum.