Siaran Pers

Tantangan Penegakan Hukum LHK di Tahun 2019

31 Desember 2018 , dibaca 1718 kali.

Nomor: SP.732/HUMAS/PP/HMS.3/12/2018

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin, 31 Desember 2018. 
Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani pada saat Dialog Refleksi Kinerja untuk Persiapan Kerja 2019 di Jakarta (31/12) menjelaskan tantangan dalam upaya penegakan hukum yang akan dihadapi di tahun 2019 nanti.

Menghadapi tantangan ke depan, pria yang akrab disapa Roy ini mengungkapkan bahwa di bawah kepemimpinan Menteri LHK, Siti Nurbaya, pihaknya akan memperkuat beberapa hal. Pertama adalah mengembangkan sistem big data untuk menggali informasi lebih dalam. Selain itu, penguatan juga dilakukan dengan membuat sistem surveilance bekerjasama dengan berbagai pihak. Hal lain yang ingin diperkuat adalah membentuk jejaring ahli dalam bekerja dan memperkuat sistem forensik.

Hal yang dijadikan pembelajaran berdasar pengalaman sejak 2015 menurut Roy adalah penegakan hukum efektif untuk shock therapy, namun untuk membangun budaya kepatuhan, perlu didukung oleh peningkatan awareness, pembinaan, dan penerapan instrumen lainnya. Selanjutnya, penerapan kerja kolaboratif melalui penyidikan berlapis menjadi alternatif untuk penguatan efek jera.

Lanjut Roy, sains dan teknologi juga berperan penting dalam meningkatkan kecepatan dan ketepatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih efektif. Terakhir, komitmen dari eksekutif, legislatif, serta yudikatif yang kuat, berperan penting dalam penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.

Dalam rentang tahun 2015 hingga akhir 2018, Roy menjelaskan hasil pekerjaannya yang kentara antara lain adalah pihaknya telah berhasil membawa 567 kasus kejahatan lingkungan ke pengadilan. Selain itu, sebanyak 18 kasus perdata terkait kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan juha telah diajukan ke pengadilan. 

"Kita juga menggugat perusahaan atau pihak-pihak yang melakukan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan ke pengadilan.", jelas Roy.

Menurut Roy dari 18 kasus tersebut, 10 diantara telah mendapatkan putusan dari pengadilan atau Inkracht. Total nilai ganti rugi atas kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh oknum adalah senilai 18,3 Triliun rupiah.

Dalam hal operasi pencegahan pengamanan hutan, Roy menyebutkan sebanyak total 881 operasi yang dilakukan untuk pengamanan
dan pemulihan hutan maupun hasil hutan. Dari total tersebut, terbagi menjadi 337 operasi perambahan hutan, 241 operasi tumbuhan satwa liar, dan 303 operasi pembalakan liar.

Sejak tahun 2015 pula, KLHK melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK ini juga telah menangani sebanyak 2.677 pengaduan terkait kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan.(*)

Penanggung jawab berita: 
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 
Djati Witjaksono Hadi