Siaran Pers

Perubahan Fungsi CA Gunung Papandayan dan CA Kawah Kamojang Utamakan Prinsip Konservasi dan Kepentingan Masyarakat

30 Januari 2019 , dibaca 6091 kali.

Nomor : SP. 042/HUMAS/PP/HMS.3/01/2019


Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu, 30 Januari 2019. Sehubungan aksi penolakan terhadap perubahan fungsi sebagian Cagar Alam (CA) Gunung Papandayan dan CA Kawah Kamojang menjadi Taman Wisata Alam (TWA) yang marak dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat di media sosial, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno memberikan beberapa penjelasan sebagai berikut:

1) Kompleks hutan Gunung Guntur dan Papandayan ditunjuk pertama kali sebagai kawasan hutan berdasarkan GB. Nomor 27 dan Nomor 28 tanggal 7 Juli 1927. Pada tahun 1979 kompleks hutan tersebut kemudian ditunjuk menjadi CA Kawah Kamojang, TWA Kawah Kamojang, CA Gunung Papandayan dan TWA Gunung Papandayan. Pada Tahun 1990 ditetapkan CA Kawah Kamojang seluas 7.805 ha dan TWA Kawah Kamojang seluas 481 ha, serta CA Gunung Papandayan seluas 6.807 dan TWA Gunung Papandayan seluas 225 ha.

2) Secara faktual, pada kawasan CA Kawah Kamojang terdapat penggarapan lahan yang dilakukan masyarakat seluas 449,17 hektar, aktivitas wisata alam berupa camping dan pemancingan di Danau Ciharus, serta pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi (PJLPB) yang telah berlangsung sejak tahun 1974. PJLPB yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy memanfaatkan area seluas 56,85 Ha (1,97% dari luas TWA) dengan kapasitas terpasang 235 MW. PJLPB diperlukan untuk mensuplai kebutuhan listrik Jawa-Bali yang menerangi 261.000 rumah. Selain energi listrik yang dihasilkan, operasionalisasi pemanfaatan panas bumi juga berkontribusi terhadap penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT. Pertamina, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan Dana Bagi Hasil yang diatur oleh Kementerian Keuangan, sementara pemerintah kabupaten mendapatkan bonus produksi yang besarnya Rp 47,2 Milyar, yang sejak tahun 2015 disetorkan langsung ke kas pemerintah kabupaten (Garut: Rp 5,35 Milyar dan Bandung: Rp 41,85 Milyar). Operasionalisasi panas bumi, secara tidak langsung juga berkontribusi dalam pengembangan/pembangunan wilayah, peningkatan aktivitas ekonomi, membuka lapangan kerja dan upaya-upaya penguatan masyarakat di tingkat lokal melalui kegiatan-kegiatan CSR-nya. Selain itu, terdapat pemanfaatan jasa lingkungan air oleh masyarakat di 7 (tujuh) desa, yaitu Desa Cisarua, Desa Sukakarya, Desa Padaawas, Desa Cihawuk, Desa Laksana, Desa Dukuh dan Desa Ibun.

3) Secara faktual, pada CA Gunung Papandayan terdapat penggarapan lahan yang dilakukan masyarakat seluas 180 hektar, aktivitas wisata alam di Kawah Manuk dan Kawah Darajat, dan pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi. Kegiatan pemanfaatan panas bumi telah berlangsung sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan kawasan seluas 26 Ha (1,3% dari luas TWA) dengan kapasitas terpasang 271 MW. Energi yang dihasilkan tersebut mensuplai kebutuhan listrik Jawa-Bali yang sampai dengan saat ini menerangi 301.000 rumah. Selain energi listrik yang dihasilkan, operasionalisasi pemanfaatan panas bumi juga berkontribusi terhadap penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT. Pertamina, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan Dana Bagi Hasil yang diatur oleh Kementerian Keuangan, sementara pemerintah kabupaten mendapatkan bonus produksi sebesar Rp 25,6 Milyar, yang sejak tahun 2015 disetorkan langsung ke kas pemerintah kabupaten (Garut: Rp 24,1 Milyar dan Bandung: Rp 1,5 Milyar). Operasionalisasi panas bumi, secara tidak langsung juga berkontribusi dalam pengembangan/pembangunan wilayah, peningkatan aktivitas ekonomi, membuka lapangan kerja dan upaya-upaya penguatan masyarakat di tingkat lokal melalui kegiatan-kegiatan CSR-nya. Pemanfaatan panas bumi pada awalnya dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy, kemudian pada tahun 2002 dilakukan Kontrak Operasi Bersama dengan PT Amoseas Indonesia Inc. (2002-2005), kemudian berganti menjadi Chevron Geothermal Indonesia Ltd. dan saat ini beralih kepada Star Energy Geothermal Darajat II Ltd. Selain itu, terdapat pemanfaatan jasa lingkungan air oleh masyarakat di 3 (tiga) desa, yaitu Desa Karya Mekar, Desa Padaawas dan Desa Sarimukti, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.

4) Berdasarkan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.34/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, pemerintah dapat melakukan perubahan fungsi kawasan hutan untuk kepentingan optimalisasi fungsi kawasan.
Perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan melalui proses kajian evaluasi kesesuaian fungsi yang dilaksanakan pada tahun 2012 dan tahun 2016 serta penelitian oleh Tim Terpadu Perubahan Fungsi yang keanggotaannya terdiri dari LIPI, perguruan tinggi (IPB), Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, perwakilan lingkup Kementerian LHK (Ditjen PKTL, KSDAE, Litbang) dan UPT, yang dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2017. 

5) Berdasarkan hasil pengumpulan data dan penelitian lapangan, Tim Terpadu menyimpulkan dan merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: 

a) Sebagian kawasan CA Kamojang dan CA Papandayan mengalami degradasi, sehingga perlu dilakukan pemulihan ekosistem.

b) Dalam rangka mempercepat pemulihan ekosistem tersebut, diperlukan intervensi pengelolaan, yang hanya dapat dilakukan pada Kawasan Pelestarian Alam (TN, TWA dan Tahura). Oleh karena itu diperlukan perubahan fungsi kawasan hutan dalam fungsi pokok hutan konservasi dari CA menjadi TWA. Perubahan fungsi tersebut didukung oleh 100% kepala desa, 75% pejabat kecamatan dan 87,8% masyarakat.

c) Pemegang Izin Panas Bumi yang memiliki Wilayah Kerja Operasi berada dalam kawasan CA Kawah Kamojang dan CA Gunung Papandayan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, hingga kini terkendala dalam proses pengembangan lapangan operasi di CA Kawah Kamojang dan CA Gunung Papandayan yang izinnya dapat diperpanjang atau diperbaharui apabila fungsi CA sebagaimana yang diusulkan diubah fungsinya menjadi TWA. 

d) Dari hasil penelitian aspek biofisik, sosial ekonomi dan sosial budaya serta hukum dan kelembagaan, area usulan memenuhi kriteria perubahan fungsi kawasan dalam fungsi pokok. 

e) Dengan mempertimbangkan hasil penelitian aspek biofisik, sosial ekonomi dan sosial budaya, serta hukum dan kelembagaan, maka Tim Terpadu merekomendasikan perubahan fungsi sebagian kawasan Cagar Alam Kawah Kamojang seluas