Siaran Pers
Indonesia Dukung Peningkatan 30% Tutupan Hutan di Tahun 2030
30 Maret 2018 , dibaca 2356 kali.
Nomor : SP. 170/HUMAS/PP/HMS.3/03/2018
Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jumat, 30 Maret 2018. Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mencegah degradasi hutan dan mengatasi perubahan iklim global, salah satunya dengan mendukung pencapaian target peningkatan tutupan hutan di dunia sebesar 30% di tahun 2030. Sebagai bentuk nyata dukungan ini, Indonesia akan menyusun naskah Voluntary National Contribution (VNC) atau Kontribusi Nasional Sukarela, pada implementasi United Nation Strategic Plan on Forests (UNSPF)/Rencana Strategis Kehutanan PBB.
Dalam sambutan Menteri LHK yang disampaikan oleh Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK, Agus Justianto, disampaikan bahwa, masyarakat internasional mengakui dan mengapresiasi upaya Indonesia dalam pengelolaan lahan gambut, yang sebelumnya banyak terbakar dan menyebabkan bencana asap.
"Hal tersebut memperkuat pandangan bahwa sudah saatnya Indonesia lebih berkiprah di percaturan bidang kehutanan di tingkat global", tutur Agus Justianto, mewakili Menteri LHK dalam Semiloka Implementasi UNSPF di Jakarta (29/03/2018).
Disampaikan Agus, PBB telah mengesahkan Rencana Strategis Kehutanan PBB 2017-2030, melalui United Nations Forum on Forests (UNFF) atau Forum Kehutanan PBB, pada bulan Januri 2017. Rencana Strategis ini meliputi enam tujuan global terkait hutan beserta 26 target terkait, yaitu :
1. Mengembalikan hilangnya tutupan hutan di seluruh dunia melalui pengelolaan hutan lestari, termasuk perlindungan, restorasi, penghijauan, serta meningkatkan upaya untuk mencegah degradasi hutan dan berkontribusi pada usaha global dalam mengatasi perubahan iklim;
2. Meningkatkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan berbasis hutan, termasuk dengan memperbaiki mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hutan;
3. Meningkatkan secara signifikan kawasan hutan dilindungi di seluruh dunia, dan kawasan hutan lainnya yang dikelola secara lestari serta meningkatnya proporsi hasil hutan dari hutan yang dikelola secara lestari;
4. Memobilisasi dana yang meningkat secara signifikan, baru dan tambahan dari semua sumber untuk pelaksanaan pengelolaan hutan lestari serta memperkuat kerja sama dan kemitraan ilmiah dan teknis;
5. Mempromosikan kerangka tata kelola untuk melaksanakan pengelolaan hutan lestari, termasuk melalui Instrumen Kehutanan PBB, dan meningkatkan kontribusi hutan pada Agenda 2030; dan
6. Meningkatkan kerjasama, koordinasi, koherensi dan sinergi terhadap isu-isu yang terkait dengan hutan di semua tingkat, termasuk dalam Sistem PBB dan seluruh organisasi anggota Kemitraan Kolaboratif Kehutanan (Collaborative Partnership on Forests), serta lintas sektor dan pemangku kepentingan terkait.
Dengan didukung Dewan Kehutanan Nasional (DKN), Indonesia melalui KLHK telah memulai penyusunan VNC dengan melibatkan multipihak, sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Strategis KLHK 2015 - 2019.
Dalam sambutannya, Menteri Siti berharap, laporan VNC tersebut dapat mencerminkan situasi, kondisi, dan potensi kehutanan nasional, serta langkah-langkah korektif yang telah digulirkan. "VNC bukan dirumuskan hanya untuk memenuhi proses internasional, tetapi harus dapat direalisasikan. Langkah-langkah memenuhi kontribusi nasional tersebut,diharapkan dapat mendorong pembangunan kehutanan Indonesia agar dapat memberikan meningkatkan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi bangsa Indonesia", pesan Menteri Siti.
Turut hadir dalam kesempatan ini, Ketua Presidium DKN, Didik Suharjito, yang menyampaikan bahwa, penyusunan laporan VNC harus komprehensif dan didasarkan pada data-data yang dapat dipertanggungjawabkan.
Senada dengan Ketua Presidium DKN, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Ruandha Agung Sugardiman, menyarankan agar dalam VNC disampaikan kondisi tutupan hutan, dan informasi target peningkatan tutupan hutan, yang meliputi lokasi penyebaran, persentase target, tata waktu, serta dukungan sumber dana kegiatan.
Mewakili Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), Ruandha juga menegaskan, bahwa KLHK melalui Ditjen PKTL siap menyediakan data spasial degradasi lahan di seluruh Indonesia, untuk mendukung pelaporan VNC.
Sementara Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Bambang Supriyanto, meyakini bahwa, program Perhutanan Sosial merupakan salah satu upaya nyata dalam mendukung keenam tujuan global Rencana Strategis Kehutanan PBB.
"Melalui Perhutanan Sosial, akses hutan diseimbangkan kepada masyarakat, dari semula terbatas untuk pemerintah dan perusahaan. Pendekatan Perhutanan Sosial dilakukan secara holistik, integrated (terintegrasi), tematik dan spasial", ujar Bambang.
Hingga bulan September 2017, alokasi Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS), telah mencapai 13.462.101 Ha untuk seluruh Indonesia. Hal ini disampaikan Bambang, saat dirinya menjelaskan, KLHK kini memiliki Sistem Navigasi Perhutanan Sosial (SiNav PS), yang memuat informasi kemajuan implementasi Perhutanan Sosial, dengan berbasis data spasial.
Menurut Bambang, kecepatan implementasi pencapaian target Perhutanan Sosial ini sangat dipengaruhi oleh kekuatan regulasi, dan dukungan semua pihak.
"Selain itu, akses pendampingan juga sangat penting. Bagaimana akses setelah diberikan perlu diiringi dengan tenaga pendampingan. Idealnya satu SK satu pendamping, untuk memastikan bagaimana kelembagaan itu didirikan, tata kelola hutan bisa bersinergi dengan KPH, dan memastikan tata usahanya", lanjutnya.
Adapun panduan pendampingan Perhutanan Sosial juga tengah disusun oleh KLHK, dengan sistem pelaporan yang terintegrasi dengan SiNav PS dan berbasis android, sehingga mudah diakses dimanapun setiap saat.
Selain Dirjen PSKL, juga turut hadir sebagai narasumber, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dam Ekosistem (KSDAE), Wiratno, yang menyampaikan cara baru kelola kawasan konservasi dengan menjaga hutan dan merawat peradaban, sebagai salah satu strategi pencapaian enam tujuan global Rencana Strategis Kehutanan PBB.
Dirjen PHPL yg diwakili Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan menyampaikan pentingnya capaian Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai upaya Indonesia yang luar biasa dalam pencapaian Goal 5: Mempromosikan kerangka kerja tata kelola untuk menerapkan pengelolaan hutan lestari, termasuk melalui Instrumen PBB, dan meningkatkan kontribusi hutan keoada Agenda 2030. Lebih jauh disampaikan pula bahwa sejak 15 November 2016 Indonesia menjadi satu-satunya negara yg berhak menerbitkan lisensi FLEGT bagi produk kayu yg diekspor ke Uni Eropa. Sampai saat ini sekitar 22 juta ha hutan telah mendapatkan sertifikasi PHPL dg SVLK dan lebih dari 3000 industri kayu bersertifikasi legalitas kayu. Indonesia juga mempunyai Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) online yg mengelola data dan informasi ekspor dan impor mendukung SVLK. Indonesia juga mengembangkan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) secara online. Kedua sistem informasi tsb didisain untuk mendukung teansparansi, akuntabilitas dan perbaikan tata kelola kehutanan.(*)
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Djati Witjaksono Hadi - 081375633330
- Masuk untuk komentar
- Daftar untuk komentar
